Definition List

LightBlog

Translate

Kamis, 25 November 2010

Imunisasi Benteng Kekebalan Tubuh Anak

IMUNISASI merupakan cara terbaik untuk melindungi anak dari penyakit. Jutaan kematian pun berhasil dicegah lewat imunisasi. Meski demikian, masih banyak anggapan miring terkait dengan pemberian imunisasi, seperti efek samping yang mungkin ditimbulkan.

Cara terbaik untuk mencegah penyakit pada bayi dan anak adalah melalui imunisasi. Terbukti, penggunaan imunisasi sejak diperkenalkan pada abad ke-20 mampu mencegah jutaan kematian di dunia. Di Indonesia sendiri, imunisasi telah dilakukan sejak 1970 pada bayi dan anak. Imunisasi pada dasarnya bertujuan untuk menstimulasi reaksi kekebalan tubuh tanpa menimbulkan penyakit.

Beberapa penyakit infeksi seperti campak, tetanus, polio, atau hepatitis, bisa dicegah dengan imunisasi. Meski tidak semua penyakit infeksi tersebut mengancam jiwa, beberapa penyakit bisa menyebabkan kecacatan.

Teknik pemberian imunisasi pada umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara disuntik atau ditelan. Setelah bibit penyakit itu masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit itu dengan membentuk antibodi. Selanjutnya, antibodi itu akan terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk kemudian melawan penyakit yang mencoba menyerang.

Meski keampuhan imunisasi tidak diragukan lagi, tetap saja masih ada sebagian pihak yang bersikap antipati dengan menolak pemberian imunisasi. Alasannya, kekhawatiran terhadap keamanan dan efek samping yang mungkin timbul dari imunisasi tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Prof dr IGN Gde Ranuh SpA (K). Menurut dia, kekhawatiran terhadap keamanan vaksin bisa jadi timbul lantaran informasi salah yang beredar luas di masyarakat. Efek samping yang timbul setelah anak divaksin, menjadi pemicu utama keengganan orang tua memberi vaksin kepada anaknya.

“Misalnya demam atau pegalpegal, hal ini tidak sebanding dengan penyakit yang akan diderita bila anak tidak divaksin. Komplikasi penyakit malah bisa menyebabkan kecacatan, bahkan kematian,” ungkap Gde dalam acara Simposium Nasional Imunisasi Ke-2 di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dilanjutkan Gde, efek samping yang timbul setelah pemberian vaksin ini dikarenakan faktor penyimpanan yang kurang memperhatikan sistem rantai dingin dan cara penyuntikan. Pasalnya, di dalam vaksin terdapat bahan tambahan untuk mencegah kontaminasi dan mempertinggi respons kekebalan. “Maka, vaksin harus disuntikkan ke dalam otot agar tidak menimbulkan bengkak,” ujar Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Dr Sri Rezeki Hadinegoro SpA (K).

Anggapan lain yang beredar di masyarakat adalah mengenai tidak diperbolehkannya anak untuk melakukan imunisasi apabila kondisi kesehatan mereka tengah menurun. Anggapan ini yang terus dipegang masyarakat sehingga tidak sedikit dari mereka yang melewatkan pemberian imunisasi untuk sang anak. Padahal, anggapan ini tidak benar, Dr Soedjatmiko mengatakan, bayi yang sedang batuk-pilek pun boleh divaksinasi. Asalkan bayi tidak demam dan tidak rewel. Pemberian vaksinasi ditunda satu hingga dua minggu apabila bayi amat rewel.

Penggunaan obat nyeri atau obat penurun panas sebelum maupun sesudah vaksinasi juga diperbolehkan. Sementara pada bayi prematur, pemberian vaksin dimulai sejak usia menginjak dua bulan. Soedjatmiko menyarankan orang tua untuk memberi tahu dokter apabila akibat imunisasi sebelumnya, anak atau bayi menderita panas tinggi, kejang, hingga sakit berat.

Pada vaksinasi berseri, apabila pemberian vaksin tertunda, kekebalan tubuh anak akan kurang optimal meski tidak berbeda banyak. Sel memori kekebalan akan merangsang kekebalan bila diberikan imunisasi berikutnya. Tidak perlu mengulang vaksinasi dari awal, cukup melanjutkan sesuai jadwal. Dianjurkan untuk melakukan vaksin kombinasi guna mengejar keterlambatan.

Adapun demam ringan yang timbul setelah imunisasi, dikarenakan reaksi yang normal sebagai bagian reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan dan bersifat individual. Imunisasi berhasil mencegah sejumlah penyakit, sebut saja cacar atau polio. Meski demikian, bukan berarti pemberian imunisasi diberhentikan.

Sebaliknya, meskipun penyakit sudah lenyap, kuman yang menimbulkan penyakit masih tetap ada. Kuman ini mampu menyerang mereka yang tidak terlindung oleh vaksinasi. “Mengingat dewasa ini orang dapat bebas bepergian ke manapun juga, kontak dengan orang asing pun tidak dapat dihindari. Jadi, kuman penyakit ikut terbawa memasuki suatu negara,” kata Sri.

Kendati anak sudah diberikan imunisasi, tidak menjamin anak akan bebas dari penyakit sepenuhnya. Imunisasi memang berhasil merangsang tubuh untuk membentuk antibodi. Jadi, apabila anak masih terkena penyakit, penyakit yang diderita akan lebih ringan dan tidak membahayakan nyawa.
sumber : sindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silakan beri komentar untuk konten ini